Kamis, 17 Agustus 2017

Energi Berkeadilan #1: Merdeka dengan Energi Terbarukan

Energi Berkeadilan #1: Merdeka dengan Energi Terbarukan

Banyak Daerah di Indonesia yang Tidak Terjangkau Energi Listrik

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan panjang garis pantai lebih dari 81.000 km serta lebih dari 17.508 pulau. Wilayah Indonesia terbentang dari ujung barat di Pulau Weh, Sabang sampai di ujung timur di Merauke serta dari ujung utara di Pulau Miangas sampai ujung selatan di Pulau Dana yang berjarak 4 km dari Pulau Rote. Selain luasnya wilayah Indonesia yang berbentuk kepulauan, wilayah daratannya juga terbentang gunung-gunung dan perbukitan. Kondisi geografis yang seperti ini, menyebabkan tidak semua permukiman (daerah yang menjadi tempat tinggal) dapat terakses oleh berbagai infrastruktur dengan baik. Salah satunya adalah akses terhadap jaringan listrik. Banyak daerah yang belum terjangkau oleh jaringan listrik. Berdasarkan data yang didapat dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, pada saat ini terdapat 2.519 desa atau 293.532 rumah yang masih gelap gulita dikarenakan belum terjangkau oleh jaringan listrik.

Kawasan Terisolir Marga Belimbing


Gambar 1. Lokasi Way Haru

Salah satu kawasan yang tidak terjangkau oleh jaringan listrik adalah kawasan empat desa yang berada di Kecamatan Bengkunat Belimbing, Kabupaten Pesisir Barat, Provinsi Lampung. Empat desa tersebut adalah Bandar Dalam, Way Haru, Way Tias dan Siring Gading. Kawasan tersebut biasa disebut dengan Kawasan Marga Belimbing dikarenakan penduduk asli yang berdiam di daerah tersebut adalah Suku Lampung dengan Marga Belimbing. Selain penduduk asli, sekarang banyak sekali pendatang dari berbagai macam suku yang tinggal di kawasan Marga Belimbing. Empat desa ini berjarak sekitar 25 km dari pusat Kecamatan Bengkunat Belimbing. Kawasan empat desa tersebut tepatnya berbatasan dengan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan di sebelah timur, selatan dan utara serta berbatasan dengan Samudera Hindia di sebelah barat. Bisa dikatakan daerah tersebut merupakan daerah terisolir dikarenakan belum ada jalan yang tembus ke daerah tersebut. Sampai saat ini pembangunan jalan belum mencapai setengah dari total jarak yang harus dilalui. Sisanya merupakan semak belukar, serta melewati pesisir pantai bertebing. Oleh karena itu, untuk mencapai daerah tersebut harus memperhatikan jadwal pasang surut air laut agar celah antara tebing dan air laut memungkinkan untuk dilewati.

Untuk menuju daerah tersebut, moda transportasi yang bisa digunakan adalah sepeda motor yang dimodif dengan sedemikian rupa sehingga bisa melewati jalanan berlumpur, semak belukar, melewati tepian pantai serta menyeberangi muara. Moda transportasi yang lain adalah gerobak sapi. Masyarakat sendiri kebanyakan memilih untuk berjalan kaki untuk keluar-masuk wilayah tersebut. Sementara, sepeda motor dan gerobak sapi digunakan untuk mengangkut hasil pertanian untuk dijual di Pasar Way Heni (pasar yang terletak di pinggir Jalan Lintas Barat Sumatera) ketika keluar desa serta kembali ke desa dengan membawa barang belanjaan berupa kebutuhan pokok sehari-hari. Rutinitas tersebut mereka lakukan hampir setiap seminggu sekali. Sebenarnya, ada satu lagi alat transportasi yang bisa ditempuh yaitu menggunakan kapal laut. Namun, masyarakat sendiri jarang menempuh jalur tersebut karena mahalnya biaya yang harus dikeluarkan serta memang tidak ada kapal yang secara rutin berlalu lalang dari Pelabuhan Kota Jawa menuju tepian pantai Way Haru. Pelabuhan Kota Jawa merupakan pelabuhan yang terletak sekitar 5 km dari pusat Kecamatan Bengkunat Belimbing. Tepian Pantai Way Haru yang biasa digunakan untuk bersandar kapal, hanyalah sebuah tepian pantai tanpa dermaga.



Gambar 2. Akses Transportasi Menuju Kawasan

Kondisi tersebut mengakibatkan kawasan tersebut terisolir baik dari akses jalan apalagi dari segi infrastruktur pembangkit listrik. Mau tidak mau, jika daerah tersebut menginginkan adanya energi listrik, maka harus terdapat pembangkit listrik sendiri di kawasan tersebut. Pembangkit listrik yang biasa digunakan di daerah terisolir adalah mesin generator set atau yang biasa disebut dengan genset. Penggunaan genset sangat tergantung dengan ketersediaan bahan bakar yang tentunya stoknya sangat terbatas di kawasan terisolir. Oleh karena itu, penggunaan genset sebagai pembangkit listrik di kawasan terisolir juga tidak sepenuhnya bisa menjadi solusi yang tepat untuk membangkitkan listrik di kawasan terisolir belum lagi harga bahan bakar yang akan sangat mahal.

Energi Terbarukan sebagai Solusi Ketersediaan Energi Listrik di Wilayah Terisolir

Indonesia yang terletak di daerah tropis dan dilewati oleh garis khatulistiwa menyebabkan hampir sepanjang tahun disinari oleh cahaya matahari. Kondisi tersebut menyebabkan Indonesia memiliki potensi energi surya yang besar. Berdasarkan data Kementrian ESDM pada tahun 2011 potensi rata-rata radiasi surya di Indonesia adalah sekitar 4,8 kWh/m2/hari dengan variasi bulanan sekitar 9%. Energi surya merupakan salah satu bentuk dari energi terbarukan. Artinya adalah energi tersebut akan terus ada karena sifatnya yang bisa diperbaharui. Pemanfaatan energi terbarukan yang maksimal bisa menjadi solusi krisis energi yang terjadi di Indonesia, terutama di daerah-daerah 3T (Terdepan, Terluar dan Tertinggal). Hidayatullah (2012) menyatakan bahwa beberapa keuntungan yang diperoleh dari energi surya, antara lain:
1. Bersih, ramah lingkungan
2. Energi terbarukan, tidak akan habis
3. Panel surya memiliki umur yang panjang/investasi jangka panjang
4. Sangat cocok untuk iklim tropis seperti Indonesia
5. Mudah dipasang dan dirawat
6. Awet, bandel, tahan cuaca

Berdasarkan keunggulan-keunggulan tersebut, salah satu alternatif dalam menghadirkan energi listrik di daerah yang termasuk dalam daerah terisolir adalah dengan pemanfaatan energi surya. Untuk mengubah energi surya menjadi energi listrik dibutuhkan seperangkat peralatan yang disebut dengan Pembangkit Listrik Tenaga Surya.

Pada tahun 2016, Kementrian ESDM memiliki program berupa pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya Terpusat (PLTS Terpusat) di beberapa wilayah terisolir di Indonesia. Di wilayah Marga Belimbing terdapat empat proyek pembangunan PLTS Terpusat yang berada di Way Haru dan Bandar Dalam dengan kapasitas masing-masing adalah 75 kWp serta di Way Tias dan Siring Gading dengan kapasitas masing-masing adalah 30 kWp. Program PLTS terpusat tersebut merupakan suatu upaya Pemerintah dalam menghadirkan energi listrik di daerah terisolir. Namun, untuk mewujudkan PLTS Terpusat dibutuhkan kerja sama dari semua pihak, khususnya masyarakat sasaran yang akan memanfaatkan energi listrik tersebut. Harapannya adalah energi listrik dapat dirasakan dan dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia dimanapun mereka berada. Pembangunan PLTS Terpusat di kawasan Marga Belimbing bukanlah sebuah perkara yang mudah dikarenakan sangat terbatasnya akses transportasi untuk menjangkau daerah tersebut. Apalagi peralatan PLTS Terpusat jumlahnya sangat banyak. Beberapa komponen berdimensi sangat besar dan berbobot sangat berat. Untuk menghadirkan kemerdekaan berenergi memang butuh perjuangan, seperti para pendahulu bangsa dalam mewujudkan Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia.



Gambar 3. PLTS di Desa Siring Gading

~~~bersambung
#15HariCeritaEnergi
#DiaryofPatriotEnergi

Referensi:
Hidayatullah, Ahmad Fahmi. 2012. Skripsi: Rancang Bangun Pembangkit Listrik Tenaga Matahari untuk Pembuatan Es di Pantai Baru, Desa Poncosari, Bantul. Yogyakarta: Jurusan Teknik Fisika Universitas Gadjah Mada.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar