Kamis, 24 April 2014

Pemanfaatan Kotoran Manusia sebagai Bahan Baku Pembangkit Listrik Tenaga Biogas pada Unit Pengolahan Limbah Septictank Terpusat di Jakarta

Global warming merupakan salah satu dampak dari kerusakan lingkungan yang diakibatkan dari aktivitas manusia. Global warming saat ini telah meningkatkan suhu bumi. James Hansen (2012), menjelaskan bahwa peningkatan suhu bumi sejak abad ke 20 mencapai 0,51o C. Faktor utama terjadinya bencana besar ini adalah akibat emisi gas rumah kaca. Protokol Kyoto mengatur enam jenis gas-gas rumah kaca yaitu CO2, Metana (CH4), Nitrogen Oksida (N2O), dan tiga jenis lagi yang mengandung flour seperti HFC, PFC dan SF6 dan karbon dioksida memiliki persentase lebih dari 70 % dari volume total gas rumah kaca ini.


Gambar 1. Ilustrasi Emisi CO2

Emisi gas rumah kaca diberikan dari aktivitas pemenuhan kebutuhan manusia. BBPT dalam “Perencanaan Efisiensi dan Elastisitas Energi di Indonesia” menyebutkan bahwa pemenuhan kebutuhan energi di Indonesia dipenuhi dengan energi baur yang dapat diilustrasikan pada gambar berikut ini:



Gambar 2. Bauran Energi Primer Indonesia

Diketahui bahwa sebagian besar kebutuhan energi Indonesia dipenuhi dengan menggunakan energi fosil seperti: minyak, gas maupun batubara. Penggunaan bahan bakar ini sudah tentu akan menyebabkan potensi emisi CO2 semakin besar dan menambah resiko global warming.
Di sisi lain, pertumbuhan penduduk semakin hari semakin meningkat. Pertumbuhan penduduk yang tidak terkontrol menyebabkan berbagai permasalahan timbul, misalnya: kepadatan penduduk bertambah sementara pemukiman layak huni semakin berkurang jumlahnya. Salah satu masalah dalam pemukiman adalah masalah sanitasi, termasuk di dalamnya permasalahan pembuangan limbah kotoran manusia. Badan Pusat Statistik DKI Jakarta mengungkapkan pada 2013 diperkirakan jumlah penduduk Jakarta mencapai 9.809.857 jiwa. Semakin besar jumlah penduduk maka semakin besar pula kotoran manusia (tinja) yang dihasilkan setiap harinya. Menurut data dari Bappenas dalam satu hari manusia mengeluarkan tinja sebanyak 125 – 250 gram, sehingga dengan jumlah penduduk Jakarta yang mencapai 9.809.857 jiwa, maka dalam waktu 1 hari jumlah kotoran manusia di Jakarta mencapai minimal 1.226.232.125 gram atau setara dengan 1.226 ton.


Gambar 3. Mobil Sedot WC

Pemanfaatan kotoran manusia (tinja) selama ini tidak banyak, paling bagus pemanfaatannya hanya digunakan sebagai pupuk organik, dan terbatas pada pemanfaatan tinja hewan. Sementara untuk tinja manusia, pengelolaannya hanya dikumpulkan ke dalam sebuah septik tank sebagai reservoar selama bertahun-tahun. Jika reservoar sudah penuh, tinja kemudian disedot oleh perusahaan sedot WC dan kemudian dibuang di Unit Pengolahan Limbah Septictank (UPLS) Pulo Gebang dan UPLS Duri Kosambi. Meskipun sudah tersedia UPLS tersebut, pada kenyataaanya beberapa operator mobil sedot tinja tersebut masih banyak yang membuang tinja hasil sedotannya ke sungai, contohnya adalah Kali Bekasi, Kali Cileungsi dan Sungai Cisadane. Sopir angkut tinja enggan membuang tinja di UPLS karena harus membayar retribusi sekitar Rp 25 ribu per tangki.


Gambar 4. Ilustrasi WC

Kasus pembuangan tinja hasil sedot WC ini menjadi masalah yang cukup serius. Selain menimbulkan bau yang tidak sedap, berbagai kasus pembuangan tinja di sungai menyebabkan tercemarnya air yang ditandai dengan kandungan bakteri Escherichia coli di atas ambang batas yang telah ditentukan. Lebih parah lagi jika air dalam jaringan PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) tercemar oleh bakteri tersebut. Hal semacam ini menyebabkan berbagai macam penyakit berbahaya seperti demam, tifus, cacingan, hepatitis A, kolera, dan polio.
Dengan melihat masalah di atas, perlu adanya pemanfaatan tinja manusia menjadi sesuatu yang berguna, misalnya biogas. Biogas adalah bahan bakar yang diperoleh dengan cara memproses limbah/sisa pertanian yang basah, kotoran hewan dan manusia atau campuran di antara limbah tersebut dalam sebuah alat yang disebut digester secara anaerob (Harahap, 1978). Biogas merupakan energi alternatif yang bisa digunakan sebagai pengganti gas LPG untuk memasak, atau bisa juga digunakan untuk membangkitkan energi listrik. Teknologi biogas merupakan salah satu teknologi yang ramah lingkungan dan terbarukan. Pemanfaatan biogas dapat mengurangi emisi gas CH4. Seperti diketahui bahwa gas CH4 memiliki potensi 20 kali lipat lebih berbahaya dibandingkan gas CO2 dalam sumbangsihnya kepada pemanasan global jika gas tidak dimanfaatkan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Dintani (2013), biogas kotoran sapi di daerah Bantul sebanyak 25.000 ekor yang dipusatkan dalam satu tempat, dapat menghasilkan listrik sebesar 1,8 MW. Hal ini dapat diterapkan pula pada tinja manusia.
Limbah kotoran manusia di Jakarta dapat dimanfaatkan untuk membangkitkan energi listrik dengan sistem penampungan tinja terpusat. Sistem ini dimulai dari pembuangan tinja dari perumahan maupun gedung-gedung lainnya yang terhubung dengan sistem pipa pembuangan tinja terpusat. Pipa pembuangan tinja tersebut dihubungkan dengan UPLS Pulo Gebang dan Duri Kosambi. Tinja di UPLS diolah untuk menghasilkan listrik. Di UPLS tersebut, terjadi pengolahan kotoran manusia menjadi biogas yang dapat dimanfaatkan untuk membangkitkan energi listrik. Hasil samping berupa lumpur sisa pengolahan kotoran manusia menjadi biogas dapat dimanfaatkan sebagai sebagai pupuk.
Pipa pembuangan saluran terpusat ini memiliki peran untuk mengalirkan tinja dari perumahan-perumahan maupun gedung-gedung lainnya. Pipa tersebut harus dirancang agar tidak mengalami kebocoran yang berpotensi mencemari air tanah. Pipa tersebut juga dirancang agar tinja manusia dapat sampai secepat mungkin ke UPLS sehingga di beberapa titik saluran pipa pembuangan tinja tersebut perlu dibangun terminal penghembus. Tujuannya adalah agar tinja segera diproses untuk dijadikan biogas di UPLS.
Kadir (2005) mengatakan bahwa rata-rata produksi kotoran kering pada manusia adalah sebesar 0,07 kg/hari dan setiap kg material kering mampu menghasilkan biogas sebesar 0,4 m3/kg. Sehingga potensi kotoran kering per hari di Jakarta adalah 686.689 kg dan potensi volume biogas perharinya adalah 274.676 m3. Nilai tersebut setara dengan 1.779 MWh dalam waktu sehari atau setara dengan 74,1 MW setiap jam. Potensi tersebut dapat digunakan untuk mengaliri 74.100 rumah dengan daya setiap rumah 1 kW.


Gambar 5. Green Power, Teknologi Ramah Lingkungan

Pemanfaatan kotoran manusia sebagai bahan baku Pembangkit Listrik Tenaga Biogas pada Unit Pengolahan Limbah Septictank, di samping dapat menghasilkan energi listrik, juga mengatasi permasalahan pembuangan tinja dan pengurangan emisi CO2. Seperti diketahui bahwa penggunaan energi terbarukan untuk menghasilkan listrik dapat menggantikan peran BBM yang dalam penggunaannya menghasilkan emisi gas CO2. Konsep tersebut dapat membantu dalam penyelesaian masalah pembuangan limbah kotoran manusia karena keterbatasan area pembangunan septictank sekaligus dalam rangka memanfaatkan energi terbarukan yang ramah lingkungan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar