Jumat, 18 Agustus 2017

Energi Berkeadilan #2: Pembangkit Listrik Tenaga Surya di Pedesaan

Energi Berkeadilan #2: Pembangkit Listrik Tenaga Surya di Pedesaan

Sebelum kehadiran Pembangkit Listrik Tenaga (PLTS) Terpusat yang merupakan program bantuan dari Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral dibangun pada tahun 2016, masyarakat Wilayah Marga Belimbing sebenarnya sudah merasakan energi listrik di wilayah mereka. Namun, jumlah dan kualitasnya sangatlah terbatas. Beberapa masyarakat, seperti kepala desa ataupun petani yang memiliki ladang yang sangat luas, memiliki mesin genset untuk menghidupkan energi listrik. Namun, yang memiliki genset sangatlah sedikit. Mesin genset tersebut pun rata-rata hanya dinyalakan dari jam 17.30 sampai pukul 22.00, atau tepat sebelum mereka tidur. Kondisi ini barang kali hampir sama terjadi di daerah perdesaan terisolir di Indonesia.

Selain genset, masyarakat juga sudah mengenal tentang keberadaan alat konversi energi surya menjadi energi listrik. Alat tersebut berupa seperangkat Solar Home System (Pembangkit Listrik Tenaga Surya skala rumah tangga) yang biasa disingkat dengan SHS.

Solar Home System

Gambar 1. Solar Home System

Secara umum, Solar Home System terdiri dari beberapa komponen, yaitu:
1. Panel Surya, sebagai komponen utama konversi energi surya menjadi energi listrik
2. Baterai, sebagai alat penyimpan energi listrik.
Baterai berfungsi untuk menyimpan daya yang dihasilkan oleh panel surya yang tidak segera digunakan oleh beban. Daya yang disimpan dapat digunakan saat periode radiasi matahari rendah atau pada malam hari. Baterai menyimpan listrik dalam bentuk daya kimia. Baterai memiliki dua tujuan penting dalam sistem PLTS, yaitu untuk memberikan daya listrik kepada sistem ketika daya tidak disediakan oleh panel surya serta untuk menyimpan kelebihan daya yang dihasilkan oleh panel surya.
3. Inverter, sebagai pengubah arus listrik DC menjadi arus listrik AC.
Sistem tenaga surya mengubah radiasi surya menjadi arus listrik searah (DC). Inverter dibutuhkan untuk mengubah arus searah menjadi arus bolak-balik (AC), jika beban membutuhkan arus listrik bolak-balik. Tegangan masukan DC pada inverter adalah tegangan yang sama dengan tegangan baterai dan tegangan keluaran panel surya. Tegangan masukan DC pada inverter biasanya disebut dengan tegangan sistem yang bernilai 12 V, 24 V atau 48 V. Tegangan yang lebih tinggi akan membutuhkan arus listrik yang lebih rendah. Hal ini mampu mengurangi kehilangan daya pada kabel.
4. Beban Listrik, contohnya adalah lampu
5. Solar Charge Controller, sebagai alat pengatur sistem.
Solar Charge Controller adalah peralatan elektronik yang digunakan untuk mengatur banyak sedikitnya arus searah yang masuk ke baterai dan juga menagmbil arus dari baterai ke beban. Selain itu, Solar Charge Controller juga berfungsi mencegah baterai dari overcharge dan kelebihan tegangan dari modul surya. Kelebihan voltase pada baterai akan mengurangi umur baterai. Jadi, tanpa Solar Charge Controller, baterai akan rusak oleh overcharging dan ketidakstabilan tegangan.

Solar Home System di Wilayah Marga Belimbing






Gambar 2. Toko Penjual Solar Home System di Pasar Way Heni

Hampir semua rumah yang ada di wilayah Marga Belimbing sudah memiliki Solar Home System sendiri. Awal mula kehadiran teknologi ini adalah pada sekitar tahun 2010 ketika para aparat Pemerintah Desa mendapatkan bantuan seperangkat Solar Home System. Dari situ, masyarakat mulai mengenal teknologi tersebut. Awal mula yang memiliki teknologi tersebut adalah para aparat desa. Masyarakat hanya bisa melihatnya saja. Masyarakat pun menjadi saksi bahwa Solar Home System merupakan teknologi yang sangat praktis dalam operasi dan perawatannya. Pada sekitar tahun 2014, toko-toko di Pasar Way Heni (pasar yang terletak di Desa Sumber Rejo, pintu masuk menuju Wilayah Marga Belimbing) mulai menjual seperangkat Solar Home System. Barangkali, para penjual mulai melihat potensi pasar dalam menjual Solar Home System. Pada saat itu juga, masyarakat pun berbondong-bondong untuk memiliki Solar Home System. Apalagi ketika musim panen lada dan kopi tiba. Masyarakat memanfaatkan uang hasil penjualan hasil kebun mereka selama satu tahun untuk membeli seperangkat Solar Home System. Semenjak saat itu hingga sekarang, masyarakat sudah terbiasa dalam pemanfaatan energi listrik yang merupakan hasil konversi dari energi surya.





Gambar 3. Solar Home System di Wilayah Marga Belimbing

Solar Home System yang ada di masyarakat sangat bervariatif, baik dari segi kapasitas maupun kelengkapannya. Ada yang memiliki panel surya 50 Wp yang hanya digunakan untuk menghidupkan beban lampu penerangan saja. Ada yang memiliki panel surya berkapasitas 100 Wp yang hanya bisa digunakan untuk menyalakan televisi. Ada yang memiliki panel surya berkapasitas 200 Wp yang bisa digunakan untuk menghidupkan televisi berjam-jam. Dari segi kelengkapan teknologinya pun ada yang hanya memiliki panel surya dan baterai saja dengan beban lampu DC. Adapula yang memiliki Solar Home System lengkap mulai dari panel surya, baterai dan inverter.

Hampir tidak ada yang menggunakan kontroler dalam Solar Home System yang ada di masyarakat. Akibatnya adalah sering kali terjadi kerusakan komponen, khususnya baterai. Hal tersebut dikarenakan ketika kapasitas baterai sudah penuh, panel surya tetap mengisi baterai. Apalagi ketika hari sedang cerah-cerahnya, panel surya tetap bekerja dalam konversi energi surya menjadi listrik kemudian arus listrik mengalir ke baterai hingga penuh. Pada siang hari, saat mayoritas masyarakat pergi ke ladang beban listrik jarang sekali dihidupkan sehingga tidak ada konsumsi energi listrik pada siang hari. Sementara proses pengisian atau biasa disebut dengan istilah charging baterai tetap berlanjut. Kejadian tersebut biasa dinamakan overcharging. Hal tersebut menyebabkan rusaknya baterai. Hanya sedikit saja masyarakat yang menyadari akan hal tersebut. Banyak sekali temuan di masyarakat mengenai rusaknya baterai. Padahal harga baterai Solar Home System tidaklah murah. Mayoritas banyak yang harus mengganti baterai tersebut setiap tahun sekali.

Memang kehadiran energi listrik di masyarakat pedalaman tanpa ada arahan atau pendampingan dengan baik maka akan timbul berbagai kendala, baik secara teknis maupun nonteknis. Dari sisi teknis telah disampaikan sebelumnya, yaitu mengenai operasional dan perawatannya. Dari segi non teknis, hadirnya listrik di masyarakat berdampak kepada daya beli masyarakat terhadap alat-alat elektronika menjadi sangat tinggi. Banyak sekali masyarakat yang membeli peralatan elektronik seperti halnya televisi. Bukan berarti masyarakat di pedalaman tidak boleh menonton televisi. Poin utamanya adalah mengenai kesesuaian kapasitas energi listrik yang ada dengan beban listrik yang digunakan.



Gambar 4. Solar Home System di Musholla

Terlepas dari permasalahan-permasalahan tersebut. Mereka juga merupakan masyarakat yang berhak untuk mendapatkan akses energi listrik. Oleh karena itu, adanya teknologi Solar Home System atau Pembangkit Listrik Tenaga Surya di pedesaan patut disyukuri. Gema adzan melalui pengeras suara di musholla pun bisa menggaung di tengah hutan berkat hadirnya energi listrik. Malam mereka pun sudah dihiasi dengan nyala lampu, setidaknya sebelum mereka tertidur untuk beristirahat setelah seharian penuh mereka beraktivitas di kebun mereka.

#15HariCeritaEnergi
#DiaryofPatriotEnergi

Referensi:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar