Energi Berkeadilan #2: Pembangkit Listrik
Tenaga Surya di Pedesaan
Sebelum kehadiran Pembangkit Listrik Tenaga (PLTS) Terpusat
yang merupakan program bantuan dari Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral
dibangun pada tahun 2016, masyarakat Wilayah Marga Belimbing sebenarnya sudah
merasakan energi listrik di wilayah mereka. Namun, jumlah dan kualitasnya
sangatlah terbatas. Beberapa masyarakat, seperti kepala desa ataupun petani
yang memiliki ladang yang sangat luas, memiliki mesin genset untuk menghidupkan
energi listrik. Namun, yang memiliki genset sangatlah sedikit. Mesin genset
tersebut pun rata-rata hanya dinyalakan dari jam 17.30 sampai pukul 22.00, atau
tepat sebelum mereka tidur. Kondisi ini barang kali hampir sama terjadi di
daerah perdesaan terisolir di Indonesia.
Selain genset, masyarakat juga sudah mengenal tentang
keberadaan alat konversi energi surya menjadi energi listrik. Alat tersebut
berupa seperangkat Solar Home System (Pembangkit
Listrik Tenaga Surya skala rumah tangga) yang biasa disingkat dengan SHS.
Solar Home System
Gambar 1. Solar Home System
Secara umum, Solar Home
System terdiri dari beberapa komponen, yaitu:
1. Panel Surya, sebagai komponen utama konversi energi surya
menjadi energi listrik
2. Baterai, sebagai alat penyimpan energi listrik.
Baterai berfungsi untuk menyimpan daya yang dihasilkan oleh
panel surya yang tidak segera digunakan oleh beban. Daya yang disimpan dapat
digunakan saat periode radiasi matahari rendah atau pada malam hari. Baterai
menyimpan listrik dalam bentuk daya kimia. Baterai memiliki dua tujuan penting
dalam sistem PLTS, yaitu untuk memberikan daya listrik kepada sistem ketika
daya tidak disediakan oleh panel surya serta untuk menyimpan kelebihan daya
yang dihasilkan oleh panel surya.
3. Inverter, sebagai pengubah arus listrik DC menjadi arus
listrik AC.
Sistem tenaga surya mengubah radiasi surya menjadi arus
listrik searah (DC). Inverter dibutuhkan untuk mengubah arus searah menjadi
arus bolak-balik (AC), jika beban membutuhkan arus listrik bolak-balik.
Tegangan masukan DC pada inverter adalah tegangan yang sama dengan tegangan
baterai dan tegangan keluaran panel surya. Tegangan masukan DC pada inverter
biasanya disebut dengan tegangan sistem yang bernilai 12 V, 24 V atau 48 V.
Tegangan yang lebih tinggi akan membutuhkan arus listrik yang lebih rendah. Hal
ini mampu mengurangi kehilangan daya pada kabel.
4. Beban Listrik, contohnya adalah lampu
5. Solar Charge
Controller, sebagai alat pengatur sistem.
Solar Charge Controller adalah peralatan elektronik yang
digunakan untuk mengatur banyak sedikitnya arus searah yang masuk ke baterai
dan juga menagmbil arus dari baterai ke beban. Selain itu, Solar Charge Controller juga berfungsi mencegah baterai dari overcharge dan kelebihan tegangan dari
modul surya. Kelebihan voltase pada baterai akan mengurangi umur baterai. Jadi,
tanpa Solar Charge Controller,
baterai akan rusak oleh overcharging
dan ketidakstabilan tegangan.
Solar Home System di Wilayah Marga
Belimbing
Gambar 2. Toko Penjual Solar Home System di Pasar Way Heni
Hampir semua rumah yang ada di wilayah Marga Belimbing sudah
memiliki Solar Home System sendiri.
Awal mula kehadiran teknologi ini adalah pada sekitar tahun 2010 ketika para
aparat Pemerintah Desa mendapatkan bantuan seperangkat Solar Home System. Dari situ, masyarakat mulai mengenal teknologi
tersebut. Awal mula yang memiliki teknologi tersebut adalah para aparat desa.
Masyarakat hanya bisa melihatnya saja. Masyarakat pun menjadi saksi bahwa Solar Home System merupakan teknologi
yang sangat praktis dalam operasi dan perawatannya. Pada sekitar tahun 2014, toko-toko
di Pasar Way Heni (pasar yang terletak di Desa Sumber Rejo, pintu masuk menuju
Wilayah Marga Belimbing) mulai menjual seperangkat Solar Home System. Barangkali, para penjual mulai melihat potensi
pasar dalam menjual Solar Home System.
Pada saat itu juga, masyarakat pun berbondong-bondong untuk memiliki Solar Home System. Apalagi ketika musim
panen lada dan kopi tiba. Masyarakat memanfaatkan uang hasil penjualan hasil
kebun mereka selama satu tahun untuk membeli seperangkat Solar Home System. Semenjak saat itu hingga sekarang, masyarakat
sudah terbiasa dalam pemanfaatan energi listrik yang merupakan hasil konversi
dari energi surya.
Gambar 3. Solar Home System di Wilayah Marga Belimbing
Solar Home System yang ada di masyarakat sangat
bervariatif, baik dari segi kapasitas maupun kelengkapannya. Ada yang memiliki
panel surya 50 Wp yang hanya digunakan untuk menghidupkan beban lampu
penerangan saja. Ada yang memiliki panel surya berkapasitas 100 Wp yang hanya
bisa digunakan untuk menyalakan televisi. Ada yang memiliki panel surya
berkapasitas 200 Wp yang bisa digunakan untuk menghidupkan televisi berjam-jam.
Dari segi kelengkapan teknologinya pun ada yang hanya memiliki panel surya dan
baterai saja dengan beban lampu DC. Adapula yang memiliki Solar Home System lengkap mulai dari panel surya, baterai dan
inverter.
Hampir tidak ada yang menggunakan kontroler dalam Solar Home System yang ada di
masyarakat. Akibatnya adalah sering kali terjadi kerusakan komponen, khususnya
baterai. Hal tersebut dikarenakan ketika kapasitas baterai sudah penuh, panel
surya tetap mengisi baterai. Apalagi ketika hari sedang cerah-cerahnya, panel
surya tetap bekerja dalam konversi energi surya menjadi listrik kemudian arus
listrik mengalir ke baterai hingga penuh. Pada siang hari, saat mayoritas
masyarakat pergi ke ladang beban listrik jarang sekali dihidupkan sehingga
tidak ada konsumsi energi listrik pada siang hari. Sementara proses pengisian
atau biasa disebut dengan istilah charging
baterai tetap berlanjut. Kejadian tersebut biasa dinamakan overcharging. Hal tersebut menyebabkan rusaknya baterai. Hanya
sedikit saja masyarakat yang menyadari akan hal tersebut. Banyak sekali temuan
di masyarakat mengenai rusaknya baterai. Padahal harga baterai Solar Home System tidaklah murah.
Mayoritas banyak yang harus mengganti baterai tersebut setiap tahun sekali.
Memang kehadiran energi listrik di masyarakat pedalaman tanpa
ada arahan atau pendampingan dengan baik maka akan timbul berbagai kendala,
baik secara teknis maupun nonteknis. Dari sisi teknis telah disampaikan
sebelumnya, yaitu mengenai operasional dan perawatannya. Dari segi non teknis,
hadirnya listrik di masyarakat berdampak kepada daya beli masyarakat terhadap
alat-alat elektronika menjadi sangat tinggi. Banyak sekali masyarakat yang
membeli peralatan elektronik seperti halnya televisi. Bukan berarti masyarakat
di pedalaman tidak boleh menonton televisi. Poin utamanya adalah mengenai
kesesuaian kapasitas energi listrik yang ada dengan beban listrik yang
digunakan.
Gambar 4. Solar Home System di Musholla
Terlepas dari permasalahan-permasalahan tersebut. Mereka juga
merupakan masyarakat yang berhak untuk mendapatkan akses energi listrik. Oleh
karena itu, adanya teknologi Solar Home
System atau Pembangkit Listrik Tenaga Surya di pedesaan patut disyukuri.
Gema adzan melalui pengeras suara di musholla pun bisa menggaung di tengah
hutan berkat hadirnya energi listrik. Malam mereka pun sudah dihiasi dengan
nyala lampu, setidaknya sebelum mereka tertidur untuk beristirahat setelah
seharian penuh mereka beraktivitas di kebun mereka.
#15HariCeritaEnergi
#DiaryofPatriotEnergi
Referensi:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar