Hujan, sebagai Pengingat
Hujan mengingatkan akan banyak peristiwa di masa kecil. Pada
waktu itu, sering sekali ‘mencuri-curi’ kesempatan agar bisa hujan-hujanan. Main bola dan kejar-kejaran di sawah merupakan
permainan yang sangat menarik pada waktu itu. Hujan merupakan sesuatu yang
menyenangkan bagi sebagian besar anak kecil, khususnya bagi yang hidup di desa
yang di sana masih terdapat sawah-sawah. Sawah merupakan tempat favorit untuk
sekedar bermain kejar-kejaran atau dorong-dorongan sampai lempar-lemparan
lumpur. Hujan yang sangat favorit bagi anak-anak adalah hujan yang butir-butir
airnya tidak sebesar biji jagung yang bisa membuat sakit jika terkena badan
apalagi wajah. Tidak juga terlalu kecil, hanya gerimis, karena gerimis relatif
lebih sering membuat demam. Hujan yang favorit juga terbebas dari guntur, petir
dan angin. Suara guntur dan kilatan petir merupakan sebuah momok yang
menakutkan bagi anak-anak yang biasanya jika kilatan petir dan gemuruh guntur datang,
anak-anak langsung bersembunyi sambil merunduk serta menutup telinga dengan
kedua tangannya. Hujan juga mengingatkan akan merdunya suara katak yang saling
bersahutan. Belum lagi suara jangkrik beserta orong-orong yang menambah
harmonis senandung alam di pedesaan. Hujan akan membuat semakin nikmat dalam
menyeruput teh hangat serta menyantap potong pisang goreng atau kadang-kadang
tempe mendo dengan beberapa buah cabai atau tela goreng jika dibandingkan dengan
waktu-waktu yang lainnya. Hujan memang mengundang rindu akan masa kecil dan
kampung halaman. Terkadang, kalau memang tidak bisa “mencuri” waktu untuk
hujan-hujanan, masih ada permainan imajinasi yang mengasyikkan. Berdiri di
bawah tepian atap rumah atau bisa dari balik jendela, lalu pandangi barisan
rintik hujan yang jatuh dari atap rumah, maka kau akan merasakan seolah-olah
sedang terbang ke angkasa.
Namun, hujan sekarang seakan-akan menjadi suatu penghambat,
sewaktu-waktu kita mencela hanya karena takut basah jika mau bepergian. Atau
sekedar kesulitan dalam menjemur pakaian. Atau dijadikan alasan untuk
membatalkan suatu janji. Bahkan hujan dijadikan kambing hitam agar kita menjadi
malas untuk mengerjakan sesuatu. Atau alasan-alasan lain yang mengatasnamakan
hujan. Seakan-akan hujan itu menakutkan, padahal pada waktu kecil, hujan itu
sangat mengasyikkan. Bagi para petani atau daerah-daerah lain yang mengandalkan
air hanya dari air hujan dengan perlengkapan PAH (Penampungan Air Hujan)-nya hujan
merupakan suatu anugerah yang sangat luar biasa. Hujan sangat berarti bagi
mereka. Dengan datangnya musim hujan, maka tidak ada uang lagi yang dikeluarkan
untuk membeli satu tangki air yang berisi 6.000 Liter seharga sekitar Rp.
150.000,00. Hujan juga menggemburkan tanah ladang milik mereka yang artinya
adalah waktunya menanam padi. Bagi mereka, menanam padi hanya bisa dilakukan
pada musim penghujan saja, satu kali selama satu tahun. Air gratis beserta
waktu tanam padi bagi misalnya warga yang tinggal di daerah perbukitan karst di
Desa Purwodadi, Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunungkidul merupakan kenikmatan
dari turunnya hujan.
Di sini, bagi masyarakat yang tinggal di perkotaan, hujan
seakan-akan mengguyur panasnya suhu udara. Meredam suasana yang panas sepanjang
hari, bahkan barangkali turut serta dalam meredam emosi yang berkecamuk di
Ibukota. Memang tidak bisa dipungkiri, pada saat tertentu, bahkan banyak
terjadi di kota-kota yang ada di Indonesia, hujan menjadi pemicu datangnya
banjir. Beberapa daerah bahkan terkena banjir bandang. Tapi apakah itu karena
hujan? Bukankah sebagian besar dari kita sering membuang sampah sembarang? Atau
bahkan yang dijadikan tempat sampah adalah sungai, selokan, tempat saluran air?
Lalu, bagaimana dengan terjadinya banjir bandang? Adakah yang pernah melakukan
penebangan hutan secara sembarang? Adakah yang pernah melakukan sesuatu yang
menyebabkan kerusakan hutan?
Hujan tak pernah salah, hujan turun sebagai rahmat dari-Nya. Hujan
membasahi tanah-tanah yang kering sehingga menumbuhkan tanaman-tanaman. Dari
tanaman tersebut, terbentuklah buah-buah atau yang lainnya yang bisa
dimanfaatkan oleh manusia. Tiadalah pantas kita menghardik, mencerca,
menyalahkan, mengkambinghitamkan hujan. Yang seharusnya kita lakukan adalah
berdoa, bermunajat kepada Yang Mahakuasa, agar diturunkan hujan yang
bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar