#RenewableEnergyuntukNegeri
Rabu, 04 Desember 2013
Tak Tau tentang Cahaya
Gambar: Senja di
Pantai Depok
Aku
tau tentang cahaya. Baik itu Bulan maupun Matahari. Tapi pada kenyataanya aku
pun paham bahwa aku telah terjerembab dalam angan-angan kesombongan manusia.
Cahaya Bulan dan Matahari adalah rahasia Illahi. Tidak tahu kapankah akan
menunjukkan cahayanya untuk menyinari malam bahkan siang hari. Dalam fase Purnama,
Bulan tak selamanya bisa menampakkan
pantulan cahaya Matahari. Adakalanya lapisan-lapisan awan tebal menghalanginya.
Begitu juga dengan cahaya hidup, cahaya hidup adalah rahasia bagi manusia,
manusia tidak bisa menerka-nerka. Tidak tahu yang akan terjadi di kehidupan
yang akan menjelang. Yang seharusnya ada adalah bagaimana manusia berusaha
untuk menghidupkan cahaya hidupnya, agar bisa memberikan manfaat bagi orang
lain. Atau paling tidak, tidak menjadi peredup cahaya orang lain. Apabila
kita tidak bisa memberi manfaat bagi orang lain maupun lingkungan sekitar,
setidaknya kita tidak menjadi benalu yang dapat merugikan orang lain. #absurd
Minggu, 01 Desember 2013
Rumah Matahari: Inovasi Bangunan yang Memanfaatkan Radiasi Matahari untuk Suplai Energi
1Zakariya Arif
Fikriyadi, 2Cecep Setiawan
1,2Jurusan Teknik Fisika, Universitas Gadjah Mada
Global warming merupakan salah satu dampak dari kerusakan lingkungan yang
diakibatkan oleh aktivitas manusia. Saat ini, global warming telah
meningkatkan suhu bumi. Hansen (2012), menjelaskan bahwa peningkatan suhu bumi
sejak abad ke 20 mencapai 0,51o C. Faktor utama terjadinya
bencana besar ini adalah akibat emisi gas rumah kaca. Protokol Kyoto mengatur
enam jenis gas-gas rumah kaca yaitu CO2, Metana (CH4),
Nitrogen Oksida (N2O) dan tiga jenis lagi yang mengandung flour
seperti HFC, PFC dan SF6 dan karbon dioksida memiliki
persentase lebih dari 70 % dari volume total gas rumah kaca ini.
Diketahui bahwa sebagian besar kebutuhan energi Indonesia dipenuhi
dengan menggunakan energi fosil seperti: minyak, gas maupun batubara.
Penggunaan bahan bakar ini sudah tentu akan menyebabkan potensi emisi CO2 semakin
besar dan menambah resiko global warming. Penghematan energi di
sektor rumah tangga merupakan langkah yang sangat strategis karena berdasarkan
Data Renstra BPPT (2010-2015), hampir 30,1 % dari kebutuhan energi
nasional dikonsumsi untuk kebutuhan rumah tangga.
“Rumah Matahari” merupakan satu inisiasi atau gagasan yang dapat
memberikan jalan keluar berupa desain rumah yang ramah lingkungan dan mandiri
secara energi dengan pemenuhan energinya berasal dari matahari. Teknologi
pemanfaatan energi surya yang semakin berkembang saat ini telah mencukupi
pembuatan suatu desain rumah yang mampu menyediakan energinya sendiri dengan
memanfaatkan energi matahari. Selain itu, berdasarkan data dari Kementrian ESDM
pada tahun 2011, Indonesia memiliki potensi energi matahari rata-rata 4,8 kWh/m2.day dengan
waktu insolasi optimis 5 jam per hari dan tersinari matahari sepanjang tahun.
Diharapkan gagasan ini dapat diaplikasikan di Indoneisa dalam rangka memenuhi
target 17 % energy mix Indonesia 2025 dengan menggunakan
energi terbarukan.
“Rumah Matahari” merupakan bangunan yang memanfaatkan energi
matahari untuk pemenuhan kebutuhan listrik, penyediaan air panas dan
pencahayaan. Dalam pemenuhan kebutuhan listrik di “Rumah Matahari” digunakan
teknologi Solar Home System (SHS). Untuk pemenuhan kebutuhan
air panas digunakan teknologi Pemanas Air Tenaga Surya (PATS). Sementara, untuk
memenuhi kebutuhan pencahayaan alami digunakan teknologi solar tube.
1. Solar
Home System
Solar Home System (SHS) merupakan salah satu teknologi pembangkit tenaga surya
skala kecil dan cocok untuk memenuhi kebutuhan energi listrik skala rumah
tangga. Komponen-komponen pada SHS antara
lain: panel surya sebagai pembangkit listrik tenaga matahari, baterai sebagai
penyimpan energi listrik sementara, kontroler yang berfungsi sebagai terminal
listrik dan beban yang penggunaannya sesuai dengan kebutuhan.
2. Pemanas
Air Tenaga Surya (PATS)
Salah satu komponen yang paling utama dalam pemanas air tenaga
surya adalah kolektor yang berfungsi untuk menangkap panas matahari. Kolektor
surya dapat didefinisikan sebagai sistem perpindahan panas yang menghasilkan energi
panas dengan memanfaatkan radiasi sinar matahari sebagai sumber energi utama.
Ketika cahaya matahari menimpa absorber pada kolektor surya, sebagian cahaya
akan dipantulkan kembali ke lingkungan, sedangkan sebagian besarnya akan
diserap dan dikonversi menjadi energi panas, lalu panas tersebut dipindahkan
kepada fluida yang bersirkulasi di dalam kolektor surya untuk kemudian
dimanfaatkan guna berbagai aplikasi.
Sidopekso (2011) merancang sistem pemanas air tenaga surya dengan
kolektor yang terisolasi dengan baik agar tidak terjadi kehilangan panas di
dalam kolektor agar dihasilkan air dengan suhu melebihi 60o Celcius
serta keadaan cuaca yang cerah agar pemanas air tenaga surya dapat bekerja
dengan baik. Kedudukan kolektor dibuat dengan kemiringan tertentu agar
sirkulasi air dapat berlangsung dengan baik, sehingga penyerapan panas oleh air
terjadi secara optimal. Hasil dari eksperimen kurang optimal karena terdapat
masih terdapat kebocoran pada ruang kolektor yang dibuat, kebocoran terdapat
pada lubang tempat masuk atau keluarnya pipa tembaga yang belum terisolasi
dengan sempurna. Suhu air dalam tabung tembaga diharapkan akan mencapai 60o Celcius
dilihat dari hasil pengukuran suhu dalam kolektor serta pipa tembaga.
3. Pencahayaan
Alami
Pencahayaan alami mempunyai dua komponen,
yaitu cahaya matahari (sunlight) dan cahaya langit (skylight). Sebagian
besar dari desain pencahayaan alami berusaha untuk mendapatkan cahaya
matahari. Pada siang hari yang cerah besar cahaya sebesar 100000 lumen
dapat mengenai luasan sebesar 1 m2 yang berarti besarnya
illuminasi sebesar 100000 lux. Jika efisiensi pencahayaan alami sebesar 100%
maka dengan itu akan sangat cukup untuk menerangi ruangan sebesar 100m2 dengan
illuminasi sebesar 1000 lux.
Albanna, Suyatno dan Yudoyono (2011) telah melakukan penelitian
tentang perancangan pencahayaan alami dalam ruang tertutup dengan
menggunakan solar illumination. Dalam solar illumination terdapat
dua sistem, yaitu sistem optika geometri untuk pemanduan cahaya dan
sistem solar tracker untuk optimalisasi pelacakan arah sumber
cahaya. Mekanisme pemanduan cahaya adalah dengan mengumpulkan cahaya menjadi
berkas titik oleh panel solar concentrator yang kemudian
dipandu menggunakan fiber optik untuk didistribusikan ke ruangan. Berdasarkan
hasil penelitian, diperoleh data bahwa efisiensi sistem solar illumination
adalah 12.00 %, sehingga dapat memberikan wacana tentang pemanfaatan energi
matahari tidak terbatas hanya pada tinjauan termal dan listrik (solar cell).
Energi matahari dapat dimanfaatkan dalam bidang pencahayaan yang sehat dan
hemat energi pada ruang tertutup.
Desain rumah yang digunakan untuk “Rumah Matahari” ini adalah
rumah tipe 70 yang merupakan rumah minimalis yang banyak digunakan di
Indonesia. Berikut merupakan salah satu contoh denah rumah tipe 70.
Gambar 1. Denah Rumah Tipe 70
Pemanas Air Tenaga Matahari yang dipakai dalam desain “Rumah
Matahari” adalah yang menggunakan kolektor plat sejajar. Penggunaan jenis
tersebut menyesuaikan dengan kebutuhan penyediaan air panas untuk keperluan
mandi. Kolektor yang digunakan pada pemanas air tenaga panas matahari ini
adalah kolektor surya plat datar yang bagian atasnya terbuat dari kaca yang
berwarna hitam redup sedangkan bagian bawahnya terbuat dari bahan isolator yang
baik sehingga panas yang terserap kolektor tidak terlepas ke lingkungan. Air
panas di dalam kolektor bisa mencapai 82oC, sedangkan air panas yang
dihasilkan tergantung keinginan karena sistem dilengkapi pengontrol suhu.
Kolektor surya tipe plat datar adalah tipe kolektor surya yang dapat menyerap
energi matahari dari sudut kemiringan tertentu sehingga pada proses
penggunaannya dapat lebih mudah dan lebih sederhana. Dengan bentuk persegi
panjang seperti gambar di bawah ini.
Sistem pencahayaan langsung yang digunakan adalah teknologi solar
tube. Solar tube memungkinkan tempat di sebuah bangunan yang tidak
terjangkau oleh cahaya matahari yang berasal dari jendela atau jenis bukaan
yang lainnya dapat mendapatkan cahaya matahari. Solar tube adalah pipa cahaya yang membuat sinar matahari masuk
ke dalam interior rumah melalui atap sehingga ketika siang hari, tidak lagi
memerlukan adanya lampu yang menyala untuk menerangi suatu sudut ruangan.
Penggunaan SHS memiliki keunggulan dalam aspek lingkungan karena
tidak memiliki residu atau limbah. Sedangkan jika dibandingkan dengan listrik
PLN yang mayoritas menggunakan pembangkit listrik tenaga Uap yang menghasilkan
residu berbahaya tergadap lingkungan terutama CO2. Suhedi (2012)
menyebutkan bahwa untuk membangkitkan listrik dengan menggunkan PLTU
menghasilkan residu CO2 sebesar 0,719 kg CO2/kWh.
Sedangkan dalam buku panduuan penerapan MPB di Indonesia (2006)
menyebutkan bahwa resiko kerugian lingkungan yang harus digantikan per Ton
Emisi CO2 adalah U$ 1,83.
Pada kasus perancangan “Rumah Matahari” di atas, penggunaan SHS
akan mengurangi emisi CO2. Dengan asumsi listrik PLN menggunakan
PLTU maka untuk pemakaian listrik rumah Matahari memiliki potensi pencemaran CO2 sebesar
0,719 x 3089,88 kWh/Tahun = 2.221,62 kg CO2/tahun. Sedangkan SHS
tidak memiliki potensi emisi CO2 yang berarti selama pemakaiannya
tidak menghasilkan emisi. Waktu hidup SHS dapat mencapai 25 tahun, dengan
asumsi ini maka pemanfaatan SHS dapat menghemat emisi CO2 sebesar
55.540,59 kg CO2.
Pada penyediaan air panas memerlukan biaya yang besar karena harus
tersedia sewaktu-waktu dan biasanya untuk memanaskan digunakan energi fosil
ataupun energi listrik. Namun dengan menggunakan PATS maka hal ini bukan
merupakan masalah karena pemanasan air dilakukan dengan menyerap panas matahari
dengan menggunakan kolektor sehingga tidak memerlukan biaya bahan bakar.
Sementara pada pemakaian Solar Tube, berdasarkan pada US
Green Building Council, bisa menghemat penggunaan listrik (lampu)
hingga 80%.
Analisis kebutuhan dalam pembangunan SHS adalah sebagai berikut.
Tabel 1. Biaya Investasi
No.
|
Jenis Investasi
|
Banyak satuan
|
Harga satuan
|
Jumlah
|
1
|
Panel Surya 100 Wp
|
16
|
Rp 2.500.000
|
Rp 40.000.000
|
2
|
Baterai 65 Ah
|
6
|
Rp 1.200.000
|
Rp 7.200.000
|
3
|
Kontroller (10 A-12 V)
|
1
|
Rp 550.000
|
Rp 550.000
|
4
|
Inverter 900 W
|
1
|
Rp 1.800.000
|
Rp 1.800.000
|
7
|
Biaya Instalasi (10%)
|
1
|
Rp 4.705.000
|
Rp 4.995.000
|
JUMLAH INVESTASI
|
Rp 54.505.000
|
Investasi yang diperlukan untuk membangun sebuah instalasi SHS
pada desain “Rumah Matahari” adalah sebesar Rp 54.505.000,00. Sedangkan jika
menggunakan PLN maka diperoleh jumlah biaya yang diperlukan rata-rata perbulan
adalah sebagai berikut.
Tabel 2. Perhitungan Pay
Back Period
No.
|
Parameter
|
Jumlah
|
1.
|
kWh/hari
|
7,953
kWh
|
2.
|
Harga per kWh
|
Rp
1.050,00
|
3.
|
Abodemen
|
Rp.
30.200.00
|
4.
|
Jumlah Kwh Per Bulan
|
238,59
kWh
|
5.
|
Jumlah Biaya per Bulan
|
Rp.
250.520,00
|
6.
|
Ditambah Abodemen
|
Rp.
316.960,00
|
7.
|
Jumlah Biaya per tahun
|
Rp.
3.803.514,00
|
8.
|
Tahun kembali
|
14,33
tahun
|
Dari
tabel 2 dapat dilihat bahwa investasi pembangunan sistem pemenuh energi di
Rumah Matahari akan mengalami keuntungan setelah 14,33 tahun setelah
pembangunan sistem tersebut. Yang artinya setelah itu dapat dinikmati
energi secara gratis.
Sekarang banyak sekali perumahan di Indonesia yang memiliki tipe
minimalis seperti tipe 70 sehingga jika konsep “Rumah Matahari” diterapkan di
Indonesia maka dapat membantu memenuhi target Pemerintah dalam mewujudkan energy
mix pada tahun 2025.
Daftar
Pustaka
Albanna,
Isa; Suyatno; Yudoyono, Gatut. 2011. Pencahayaan dalam Ruang Tertutup Menggunakan Solar Illumination. Jurnal Fisika dan Aplikasinya. Volume 7, Nomor 2.
Dokumen
PP No. 5 Tahun
2006 Tentang Kebijakan Energi Nasional.
Hansen,
J., Ruedy, R., & Sato, M. 2012. Global Temperature in 2011,
Trends and Prospects. USA: NASA.
Kementerian ESDM. 2006. Blueprint
Pengelolaan Energi Nasional 2006-2025. Jakarta: ESDM.
Kementerian ESDM. 2013. Potensi
Penghematan Energi Hingga 25 Persen. Diakses dari: http://www.esdm.go.id/berita/323-energi-baru-dan-terbarukan/5989-potensi-penghematan-energi-hingga-25-persen.html pada tanggal
15 November 2013.
Kementrian
Lingkungan Hidup Jepang. 2006. Panduan Kegiatan MPB di Indonesia. Indonesia:
Avisindo Pratama.
NAHB.
2006. The Potential Impact of Zero Energy Homes. Marlboro: National
Association of Home Builders Research Center.
Permana,
Indra Zaka. 2013. Menikmati Cahaya Matahari di dalam Rumah.
Diakses dari: http://www.ideaonline.co.id/iDEA2013/Eksterior/Renovasi-Eksterior/Menikmati-Cahaya-Matahari-di-Dalam-Rumah pada
tanggal 29 Agustus 2013.
Ridwan, M. Kholid. 2010. Fisika
Bangunan. Yogyakarta: Jurusan Teknik Fisika UGM.
Setiawan,
C. 2013. Solar Water Pumping System. Yogyakarta: Gadjah Mada
University.
Sidopekso,
Satwiko. 2011. Studi Pemanfaatan Energi Matahari sebagai Pemanas Air.
Berkala Fisika. 14: 23-26.
Suhedi,
F. 2012. Emisi CO2 dari Konsumsi Energi Domestik. Jakarta: PU.
Sutrisna, Mardi. 2013. Contoh
Rumah Tipe 36. Diakses dari: http://www.rumah4minimalis.com/2012/12/contoh-rumah-type-36-rumah-minimalis.html pada tanggal 18 November
2013.
Wisnutoro,
Anton. 2013. Skripsi: Studi Potensi Energi Terbarukan di Desa Gulem
Kulon dan Gulem Wetan, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah. Yogyakarta:
Jurusan Teknik Fisika, Universitas Gadjah Mada.
Langganan:
Postingan (Atom)